SEJARAH NAHDLATUL ULAMA (NU)
SEJARAH NAHDLATUL ULAMA (NU)
Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Ulama atau Kebangkitan
Cendekiawan Islam), disingkat NU, adalah
sebuah organisasi Islam besar di Indonesia. Organisasi ini
berdiri pada 31 Januari 1926 dan bergerak di
bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi.
Ulama-ulama Indonesia di Haromain: Embrio NU di Indonesia
Banyak di antara kita yang kepaten obor, kehilangan sejarah,
terutama generasi-generasi muda. Hal itupun tidak bisa disalahkan, sebab orang
tua-orang tua kita, -sebagian jarang memberi tahu apa dan bagaimana sebenarnya
Nahdlitul Ulama itu.
Karena pengertian-pengertian mulai dari sejarah bagaimana
berdirinya NU, bagaimana perjuangan-perjuangan yang telah dilakukan NU,
bagaimana asal-usul atau awal mulanya KH. Hasyim Asy’ari mendirikan NU dan
mengapa Ahlussunah wal Jama’ah harus diberi wadah di Indonesia ini.
Dibentuknya NU sebagai wadah Ahlussunah wal Jama’ah bukan
semata-mata KH. Hasyim Asy’ari ingin berinovasi, tapi memang kondisi pada waktu
itu sudah sampai pada kondisi dhoruri, wajib mendirikan sebuah wadah.
Kesimpulan bahwa membentuk sebuah wadah Ahlussunah wal Jama’ah di Indonesia
menjadi satu keharusan, merupakan buah dari pengalaman ulama-ulama Ahlussunah
wal Jama’ah, terutama pada rentang waktu pada tahun 1200 H sampai 1350 H.
Pada kurun itu ulama Indonesia sangat mewarnai dan perannya
dalam menyemarakkan kegiatan ilmiyah di Masjidil Haram tidak kecil. Misal
diantaranya ada seorang ulama yang sangat terkenal, tidak satupun muridnya yang
tidak menjadi ulama terkenal, ulama-ulama yang sangat tabahur fi ‘ilmi Syari’ah
fi thoriqoh wa fi ‘ilmi tasawuf, ilmunya sangat melaut luas dalam syari’ah,
thoriqoh dan ilmu tasawuf. Diantaranya dari Sambas, Ahmad bin Abdus Shamad
Sambas. Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama-ulama besar seperti Kiyai
Tholhah Gunungjati Cirebon.
Kiyai Tholhah ini adalah kakek dari Kyai Syarif
Wonopringgo, Pekalongan. Muridnya yang lain, Kiyai Syarifudin bin Kiyai Zaenal
Abidin bin Kiyai Muhammad Tholhah. Beliau diberi umur panjang, usianya seratus
tahun lebih. Adik seperguruan beliau diantaranya Kiyai Ahmad Kholil Bangkalan.
Kiyai Kholil lahir pada tahun 1227 H. Dan diantaranya murid-murid Syekh Ahmad
Sambas yaitu Syekh Abdul Qodir al-Bantani, yang menurunkan anak murid, yaitu
Syekh Abdul Aziz Cibeber dan Kiyai Asnawi Banten.
Ulama lain yang sangat terkenal sebagai ulama ternama di
Masjidil Harom adalah Kiyai Nawawi al-Bantani. Beliau lahir pada tahun 1230 H
dan meninggal pada tahun 1310 H bertepatan dengan meninggalnya mufti besar
Sayyid Ahmad Zaini Dahlan. Ulama Indonesia yang lainnya yang berkiprah di
Masjidil Harom adalah Sayyid Ahmad an-Nahrowi al-Banyumasi. Beliau diberi umur
panjang, beliau meninggal pada usia 125.
Tidak satupun pengarang kitab di Haromain; Mekah-Madinah,
terutama ulama-ulama yang berasal dari Indonesia yang berani mencetak kitabnya
sebelum ada pengesahan dari Sayyid Ahmad an-Nahrowi al-Banyumasi.
Syekh Abdul Qadir al-Bantani murid lain Syekh Ahmad bin
Abdus Shamad Sambas, yang mempunyai murid Kiyai Abdul Lathif Cibeber dan Kiyai
Asnawi Banten. Adapun ulama-alama yang lain yang ilmunya luar biasa adalah
Sayyidi Syekh Ubaidillah Surabaya. Beliau melahirkan ulama yang luar biasa
yaitu Kiyai Abu Ubaidah Giren Talang Tegal (Ponpes Attauhidiyyah), terkenal
sebagai Imam Asy’ari-nya Indonesia. Dan melahirkan seorang ulama auliya besar,
Sayyidi Syekh Muhammad Ilyas Sukaraja. Guru dari guru saya Sayyidi Syekh
Muhammad Abdul Malik.
Yang mengajak Syekh Muhammad Ilyas muqim di Haromain yang
mengajak adalah Kiyai Abu Ubaidah tersebut, di Jabal Abil Gubai, di Syekh
Sulaiman Zuhdi. Diantara murid-muridnya lagi di Mekah adalah Sayyidi Syekh
Abdullah Tegal. Lalu Sayyidi Syekh Abdullah Wahab Rohan Medan, Sayyidi Syekh
Abdullah Batangpau, Sayyidi Syekh Muhammad Ilyas Sukaraja, Sayyidi Syekh Abdul
Aziz bin Abdush Shamad al-Bimawi, dan Sayyidi Syekh Abdullah dan Sayyidi Syekh
Abdul Manan, tokoh pendiri Termas sebelum Kiyai Mahfudz dan sebelum Kiyai
Dimyati.
Di jaman Sayyidi Syekh Ahmad Khatib Sambas ataupun Sayyidi
Syekh Sulaiman Zuhdi, murid yang terakhir adalah Sayyidi Syekh Ahmad Abdul Hadi
Giri Kusumo daerah Mranggen.
Inilah ulama-ulama indonesia di antara tahun 1200 H sampai
tahun 1350. Termasuk Syekh Baqir Zaenal Abidin Jogja, Kiyai Idris Jamsaren, dan
banyak tokoh-tokoh pada waktu itu yang di Haromain.
Seharusnya kita bangga dari warga keturunan banagsa kita
cukup mewarnai di Haromain, beliau-beliau memegang peranan yang luar biasa.
Salah satunya guru saya sendiri Sayyidi Syekh Abdul Malik yang pernah tinggal
di Haromain dan mengajar di Masjidil Haram khusus ilmu tafsir dan hadits selama
35 tahun. Beliau adalah muridnya Syekh Mahfudz at-Turmudzi.
Mengapa saya ceritakan yang demikian, kita harus mengenal
ulama-ulama kita dahulu yang menjadi mata rantai berdirinya NU. Kalau dalam
hadits itu betul-betul tahu sanadnya, bukan hanya katanya-katanya saja. Jadi
kita harus tahu dari mana saja ajaran Ahlussunah wal Jama’ah yang diambil oleh
Syekh KH. Hasyim Asy’ari.
Bukan sembarang orang tapi yang benar-benar orang-orang
tabahur ilmunya, dan mempunyai maqomah, kedudukan yang luar biasa. Namun sayang
peran penting ulama-ulama Ahlussunah wal Jama’ah di Haromain pada masa itu
(pada saat Syarif Husein berkuasa di Hijaz), khususunya ulama yang dari
Indonesia tidak mempunyai wadah. Kemudian hal itu di pikirkan oleh KH. Hasyim
Asy’ari disamping mempunyai latar belakang dan alasan lain yang sangat kuat
sekali.
Menjelang berdirinya NU beberapa ulama besar kumpul di
Masjidil Harom, -ini sudah tidak tertulis dan harus dicari lagi
narasumber-narasumbernya. Beliau-beliau menyimpulkan sudah sangat mendesak
berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya ajaran Ahlussunah wal
Jama’ah. Akhirnya diistikhorohi oleh para ulama-ulama Haromain, lalu mengutus
KH. Hasyim Asy’ari untuk pulang ke Indonesia agar menemui dua orang di
Indonesia. Kalau dua orang ini mengiakan jalan terus, kalau tidak jangan
diteruskan. Dua orang tersebut yang pertama Habib Hasyim bin Umar bin Thoha bin
Yahya Pekalongan, yang satunya lagi Mbah Kholil Bangkalan.
Oleh sebab itu tidak heran jika Mukatamar NU yang ke-5
dilaksanakan di Pekalongan tahun 1930 M untuk menghormati Habib Hasyim yang
wafat pada itu. Itu suatu penghormatan yang luar biasa. Tidak heran kalau di
Pekalongan sampai dua kali menjadi tuan rumah Muktamar Thoriqoh.
Tidak heran karena sudah dari sananya, kok tahu ini semua
sumbernya dari mana? Dari seorang yang sholeh, Kiyai Irfan. Suatu ketika saya
duduk-duduk dengan Kiyai Irfan, Kiyai Abdul Fatah dan Kiyai Abdul Hadi. Kiyai
Irfan bertanya pada saya: “Kamu ini siapanya Habib Hasyim?”. Yang menjawab
pertanyaan itu adalah Kiai Abdul Fatah dan Kiai Abdul Hadi: “Ini cucunya Habib
Hasyim Yai”.
Akhirnya saya diberi wasiat: “Mumpung saya masih hidup
tolong catat sejarah ini. Mbah Kiyai Hasyim Asy’ari datang ke tempatnya Mbah
Kiyai Yasin, Kiyai Sanusi ikut serta pada waktu itu. Di situ diiringi oleh
Kiyai Asnawi Kudus, terus diantar datang ke Pekalongan. Lalu bersama Kiyai
Irfan datang ke kediamannya Habib Hasyim. Begitu KH. Hasyim Asy’ari duduk,
Habib Hasyim langsung berkata: “Kyai Hasyim Asy’ari, silakan laksanakan niatmu
kalau mau membentuk wadah Ahlussunah wal Jama’ah. Saya rela tapi tolong saya
jangan ditulis.”
Itu wasiat Habib Hasyim, terus Kiyai Hasyim Asy’ari merasa
lega dan puas. Kemudin Kiyai Hasyim Asy’ari menuju ke tempatnya Mbah Kiyai
Kholil Bangkalan. Kemudian Mbah Kiyai Kholil bilang sama Kiyai Hasyim Asyari:
“Laksanakan apa niatmu saya ridho seperti ridhonya Habib Hasyim tapi saya juga
minta tolong nama saya jangan ditulis.”
Kata Kiyai Hasyim Asy’ari ini bagaimana Kiyai, kok tidak mau
ditulis semua. Terus Mbah Kiyai Kholil menjawab: “Kalau mau tulis silakan tapi
sedikit saja.” Itu tawadhu’nya Mbah Kiyai Ahmad Kholil Bangkalan. Dan ternyata
sejarah tersebut juga dicatat oleh Gus Dur.
Inilah sedikit perjalanan Nahdlatul Ulama (NU). Inilah
perjuangan pendiri Nahdlatul Ulama. Para pendirinya merupakan tokoh-tokoh ulama
yang luar biasa. Makanya hal-hal yang demikian itu tolong ditulis. Agar
anak-anak kita itu tidak terpengaruh oleh yang tidak-tidak, sebab mereka tidak
mengetahui sejarah. Anak-anak kita saat ini banyak yang tidak tahu, apa sih NU
itu? Apa sih Ahlussunah wal Jama’ah itu? Lha ini permasalahan kita.
Upaya pengenalan itu yang paling mudah dilakukan adalah
dengan memasang foto-foto para pendiri NU, khususnya foto Hadhratus Syekh KH.
Hasyim Asy’ari.
(Disampaikan oleh Maulana al-Habib Luthfi bin Yahya pada
Harlah NU di Kota Pekalongan tahun 2010)
Baca Juga
Post a Comment
Post a Comment